Thursday, June 4, 2009

perempuan Jerman Berbondong-Bondong Masuk Islam


Jerman Bertabur Mualaf

Meski Islam dan umatnya kerap dilecehkan dan mendapat terror di berbgai tempat, namun cahaya kebenaran tidak pernah redup. Di Jerman, sebuah sensus menyebutkan bahwa Islam menyebar pesat.

Di jantung kota Jerman, orang berbondong-bondong masuk Islam setiap tahunnya. Hal ini memunculkan rasa khawatir sebagian orang bila Eropa dalam beberapa tahun ke depan berubah menjadi benua yang didominasi oleh kaum Muslimin.

Menurut Laporan Lembaga Statistik Khusus umat Islam di Jerman, jumlah orang yang masuk Islam di Jerman bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah mereka yang menyatakan diri masuk Islam sekitar 4.000-an orang, sementara di tahun 2005, hanya sekitar 1.000 orang saja. Menurut Direktur Lembaga, Salim Abdullah, “Sedikitnya ada 18.000-an orang Jerman yang tercatat sudah masuk Islam.” (watch Many German Women Turning to Islam )

Dalam penghitungan yang dilakukan lembaganya, di kota Sost Jerman, terdapat 1.240-an Muslim asli Jerman dari total 732 ribu orang Muslim dari berbagai latar belakang. “Kebanyakan para pemeluk Islam baru itu adalah kaum perempuan yang telah menetapkan diri masuk Islam, baik karena keyakinannya pribadi atau karena pernikahannya dengan sang suami yang beragama Islam, ujar Salim.

"Ini bukan hal yang aneh, karena umumnya kaum Muslimah Jerman juga orang-orang terpelajar yang memiliki predikat ilmiah cukup tinggi dari berbagai lembaga pendidikan, ” ujar Salim.

Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa 250 hingga 300 orang perempuan Jerman memeluk Islam setiap tahunnya. (na-str/islmtm/eramuslim)

Jerman Bertabur Mualaf
Simak Pengakuan Kai Ali Rashid dan istrinya menjadi Katrin Aisha Lihr


Perempuan Jerman Berbondong-Bondong Masuk Islam

imageKelas menengah di Jerman ramai-ramai belajar Islam. Tak terpengaruh perang global melawan terorisme.

"Angst-Ridden German Mencari Jawaban dan Menemukannya di dalam Quran." Demikian judul besar di Del Spiegel, harian terkemuka di Jerman, edisi 18 Januari 2007. Penulisnya, Lutz Ackermann, mengawalinya dengan mengisahkan pria perlente bernama Kai Luhr.

Dengan bercelana jins dan jaket abu-abu bermerek, pria berwajah bersih tanpa kumis dan janggut ini memasuki gerbang Masjid Berlin. Ackermann mengira dia menuliskannya dengan kalimat "publik Jerman pasti menduga" Luhr adalah utusan pihak gereja untuk hadir dalam dialog lintas agama yang kerap digelar di masjid itu.

Tapi, ups, dia salah. Luhr bergegas menanggalkan jaketnya, dan mengambil air wudlu. Dia merapatkan diri dengan barisan shalat -- di sebelahnya pria bertampang Timur Tengah dengan janggut dan jubah putihnya.

Dalam catatan Ackermann, Luhr melakukan 33 gerakan dalam ibadahnya hari itu. "Bahasa Arabnya sangat fasih ketika memanjatkan doa," tulisnya. Ia hanya mengucap satu kalimat dalam bahasa Jerman, "Allah mendengar siapa yang memohon pada-Nya, kabulkan doaku ya Tuhanku."

Kai Luhr adalah seorang dokter. Ia dan istrinya menjadi Muslim sejak dua setengah tahun lalu. Seiring dengan pernyataan syahadatnya, ia mengganti namanya menjadi Kai Ali Rashid dan istrinya menjadi Katrin Aisha Lihr.

Lelaki 43 tahun ini biasa mengikuti aktivitas keagamaan di sebuah masjid di Frechen, dekat Cologne. Di situ pula ia mengikrarkan Islam sebagai agama barunya. Bersama dengannya, seorang mantan petinju nasional Jerman dan seorang insinyur juga turut bersyahadat.

Saat dikuntit Del Spiegel, Luhr usai menunaikan shalat Jumat dan shalat sunah lain sebelumnya. "Anda akan menjumpai banyak Muslim kelahiran Jerman di beberapa masjid di Berlin pada hari ini," ujar Luhr.

Luhr besar dalam tradisi Kristen yang ketat. Namun ia beruntung, keluarga yang membaptisnya saat dia kanak-kanak itu adalah keluarga yang demokratis. "Tak ada masalah saya memeluk agama ini," ujarnya.

Baginya, Islam adalah agama yang benar-benar baru. Ketika kecil hingga remaja, ia yang besar di lingkungan kelas menengah di Berlin, mengaku tidak pernah mengenal atau bahkan mendengar ada agama bernama Islam.

Persinggungan pertamanya dengan Islam adalah saat ia masuk universitas untuk belajar ilmu kedokteran. Beberapa rekan kuliahnya adalah Muslim. Namun saat itu ia belum tergerak mempelajari Islam.

Usai kuliah, ia membuka praktik sambil mengambil spesialisasi pengobatan naturopatik di universitas yang sama. Saat penghasilannya mulai bagus, ia menikahi pacarnya, Katrin, seorang penari profesional.

Hingga suatu hari, kedua pasangan ini mengalami kegelisahan dalam hidupnya. Kejadian bermula saat suatu hari datang pasien dalam kondisi kritis ke ruang praktiknya, akibat terjatuh saat pemancangan sebuah pilar. "Tiba-tiba ada kekosongan dan keputusasaan dalam hidup kami," ujarnya.

Ia dan istrinya memutuskan untuk kembali menekuni agama yang telah lama ditinggalkannya, Kristen. Bahkan, pasangan ini pun mempelajari Buddhisme dan ajaran Dalai Lama. Tapi ia tak kunjung menemukan jawaban kegelisahannya.

Ingin tampil beda


Menurut laporan Ackermann, proses penjalanan batin seorang Mualaf di Jerman umumnya sama; mereka adalah penganut Kristen, yang menemukan kebingungan tentang ajaran agamanya. Setelah mencari di banyak keyakinan, hati mereka tertambat pada Islam.

"Memang ada beberapa ajaran yang membuat penganutnya malah jadi ragu dengan kebenaran ajaran itu," ujar Mohammed Herzog, imam di Masjid Berlin yang sebelumnya adalah seorang pendeta. Ia sendiri pernah mengalami kebuntuan pemikiran, sampai akhirnya menemukan Islam tahun 1979.

Ia mengakui, jumlah mualaf di Jerman kini berlipat. Satu dasawarsa lalu, jumlah mualaf baru di Masjid Berlin paling hanya 10 orang pertahun. "Kini jumlahnya lebih dari dua kali lipatnya," ujar Herzog. Sebagian penganut baru Islam adalah orang-orang seperti Luhr, dan sebagian lagi adalah ateis.


Muhammed Herzog - Imam Mesjid Berlin

imageSebuah kajian mengenai kehidupan Muslim di Jerman menunjukkan fenomena pindah agama di kalangan masyakarat kelas menengah Jerman yang angkanya cukup mencengangkan. Kendati media "rajin" memberitakan tentang terorisme yang dikaitkan dengan Islam, kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan bom bunuh diri, namun sedikitnya 4.000 warga negara Jerman menjadi Muslim antara bulan Juli 2004 hingga Juni 2005, saat penelitian dilakukan.

Penelitian yang didanai Kementerian Dalam Negeri Jerman ini menyebut, jumlah mualaf meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. "Justru di saat kebencian di Barat terhadap Islam makin memuncak," tulis laporan itu.

Mereka berislam atas kesadaran sendiri, dan sebagian besar mualaf adalah dari kalangan terpelajar. "Bila tiga tahun lalu kebanyakan converter adalah wanita yang berpindah agama karena pernikahan, maka sekarang banyak juga kaum pria dari kalangan kelas menengah Jerman yang beralih menjadi Muslim" tulis laporan itu.

imageHasil penelitian ini tak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Monika Wohlrab-Sahr, seorang sosiolog agama. Bedanya, dia tak hanya memotret fenomena ini di Jerman, tetapi juga Amerika Serikat. Di dua negara ini, Islam tumbuh dengan pesat justru setelah Tragedi 11 September.

Menurut pengamatan Wohlrab Sahr, para mualaf sebelum berislam umumnya mengalami "krisis personal" dan menemukan kedamaian justru dalam Islam, agama yang dicap banyak orang sebagai agama teroris. Motifasi lainnya adalah pencarian agama yang lebih "pas" buat dirinya. "Dia ingin beda dari yang lain," ujarnya.

Dalam opini Wohlrab-Sahr, meski Kristen juga menawarkan kedamaian batin, namun Islam lebih menarik sebagai jalan keluar dari keruwetan hidup. Hal ini ditunjang dengan media yang terus-menerus memperdebatkan tentang Muslim. "Islam menjadi makin menarik sebagai sebuah genuine alternative," tambah Wohlrab-Sahr.

Namun, alasan seseorang berislam tentu berbeda-beda, meski Wohlrab-Sahr bilang mirip. Salim Abdullah ia menolak menyebutkan nama aslinya menyatakan tertarik pada Islam karena ajaran ini paling jelas merinci tuntunan hidup bagi umatnya. Sedangkan Luhr yang selalu membawa sajadah di mobil Alfa Romeo GT terbarunya menyatakan, "Meski Islam dinilai mundur dari peradaban Barat, namun ajarannya tetap relevan hingga saat ini."


Islamic Fashion di Berlin

Bagaimana para Mualaf menyesuaikan diri dengan lingkungannya setelah menjadi Muslim? Dalam banyak hal, tak perlu disangkal, pasti terjadi benturan. Islam mempunyai banyak aturan yang bertentangan dengan budaya Barat. Sebut misalnya dalam penyikapan terhadap alkohol, seks bebas, dan ibadah yang dalam sehari sampai lima kali jumlahnya.

Namun Wohlrab-Sahr menyatakan tidak ada kendala yang berarti. "Tergantung bagaimana cara mereka menafsirkan ayat-ayat Alquran," ujarnya. Menurut dia, para mualaf ini tidak menunjukkan "kerepotan" harus beribadah lima kali sehari.

Beda dengan persepsinya bahwa busana untuk beribadah umat Islam sangat "ruwet" ia justru menemukan pada mualaf dengan gampang beribadah dengan memakai celana jins atau busana yang biasa mereka kenakan sehari-hari. "Bagi wanita, mereka hanya perlu menambahkannya dengan kaus kaki saja," ujarnya. Ia justru menyebut, Muslim yang dari lahir sudah berislam justru lebih liberal.

Di akhir laporannya, Ackmenn memotret fenomena seperti yang diceritakan Wohlrab-Sahr:

"Suatu siang di sebuah kantor pengacara di Hamburg. Nils Bergner, pria berusia 36 tahun, menjaga shalatnya sebanyak lima waktu, kendati kesibukan kantor menyita waktunya. Di kantor itu, Bergner satu ruangan dengan rekannya, seorang Muslim asal Turki bernama Ali Ozkan. Mereka kerap pergi shalat Jumat ke masjid terdekat, namun di luar hari Jumat, Bergner lebih sering shalat seorang diri. "Urusan pekerjaan selalu menyita waktu saya," ujar Ozkan, "Shalat pertama pukul 06.00, ...itu terlalu pagi bukan?"

Cerita Ackmenn tak berhenti sampai di sini. Malam harinya, ia mengundang dua nara sumber Muslimnya itu untuk makan malam di sebuah rumah makan. Bergner menolak rumah makan pertama karena "menyajikan terlalu banyak bahan haram."

Akhirnya mereka sepakat di sebuah rumah makan mentereng di pusat kota Berlin. Makanan utama telah habis dilahap, kemudian pelayan datang membawa desert berupa tiramisu. Bergner menolak. Alasannya, "Terima kasih. Dalam resepnya, memakai alkohol." Ozkan mulai tak sabar dengan ulah sahabatnya. "Ayolah, jangan terlalu serius," ujarnya sambil mengigit cake itu, "Makan saja, tidak apa-apa. Alkohol hanya digunakan sebagai aroma."

Bergner mendelik. Dia tetap membiarkan tiramisunya tak tersentuh, sampai mereka keluar dari rumah makan itu... n tri/del spiegel

No comments:

Post a Comment